Friday 1 November 2019

Masa Setelah Bonus Demografi



Kemarin Saya mengikuti kegiatan diskusi yang bertemakan peran pemuda dalam berkontribusi buat daerah. Tema yang cukup sering didiskusikan oleh semua organisasi kemahasiswaan terlebih lagi organisasi-organisasi daerah. Pemuda memiliki peran yang vital dibandingkan orang yang sudah tua. Begitulah kesimpulan dari banyak diskusi tentang peran pemuda meskipun kita tidak tahu umur 35 tahun itu masih pemuda atau sudah tua. Pemateri memaparkan beberapa peran yang bisa diambil pemuda dalam rangka membangun daerah dan tentunya tak lupa meromantisasi peran pemuda dalam setiap lini kehidupan.

Acara diskusi berjalan lancar meski bangku bagian depan kosong. Tiga orang pemateri saling bergantian berbicara. Salah seorang pemateri menyinggung masalah bonus demografi. Yah bonus demografi itu, Saat penduduk usia kerja lebih banyak dari penduduk yang tidak bekerja. Dia memaparkan peluang serta tantangannya. Setelah semua pemateri selesai berbicara, peserta diskusi diberi kesempatan untuk bertanya. Tentunya kesempatan ini saya tidak sia siakan.

Saya berusaha menyinggung tentang permasalahan yang akan terjadi setelah bonus demografi. Permasalahan saat para pemuda yang telah bekerja selama masa bonus demografi akan mengalami masa pensiun dan terus hidup sampai usia yang cukup tua. Kecenderungan generasi ini adalah memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Kita mungkin memiliki lebih dari satu saudara kandung tetapi anak-anak kita nantinya berkemungkinan hanya punya satu atau menjadi anak tunggal. Fenomena ini cukup umum di semua negara yang mana saat tingkat kesejahteraan makin meningkat jumlah anak yang dilahirkan akan berkurang.

Pemuda sekarang akan menjadi beban demografi di masa depan. Mereka adalah orang-orang yang punya anak sedikit dan terus hidup sampai usia yang cukup tua. Pada akhirnya mereka berhenti bekerja dan bergantung pada tabungan atau gaji pensiun yang diterimanya. Mereka juga berharap anak mereka akan merawat mereka sampai meninggal dunia. Tentu lansia tidak bisa dikatakan beban bagi anak-anak mereka, tetapi bagi negara mereka adalah suatu persoalan yang mesti ditangani.
Saat umur semakin tua, kekebalan tubuh mulai menurun dan menyebabkan banyak penyakit mulai muncul. Secara nasional biaya kesehatan akan semakin meninggi dan membutuhkan penduduk yang bekerja untuk membayar semua biaya itu. Penduduk yang tengah bekerja akan dipajaki oleh negara untuk membiayai biaya kesehatan yang terus membesar. Saat masa-masa bonus demografi, biaya itu mampu ditangani oleh penduduk yang bekerja karena jumlah mereka lebih banyak dibanding penduduk yang tidak bekerja. Tetapi setelah masa bonus demografi penduduk yang ditanggung akan lebih banyak dari mereka yang menanggung dan ini adalah bencana demografi.

Usia 65 tahun adalah usia pensiun meski kita tidak tahu alasan umur tersebut dijadikan patokan untuk berhenti bekerja. Di abad 20 kita mungkin hanya punya umur 5-10 tahun lagi setelah pensiun sebelum meninggal, tetapi di abad 21 kita punya puluhan tahun lagi sebelum kita meninggal. Kita akan hidup cukup lama tanpa bekerja dan terus berharap tabungan kita akan cukup atau gaji pensiun dapat terus diterima. Anak-anak kita yang cuma satu orang akan merawat kita dan pasangan kita sampai kita berdua meninggal.

Saya mengajukan pertanyaan kepada pemateri tentang bagaimana cara kita sebagai pemuda dalam menghadapi penuaan dan terus produktif sampai usia yang sangat tua. Pemateri mencoba menjawab tapi tidak menyinggung inti pertanyaan yaitu cara mempersiapkan pemuda menjadi orang yang akan tua. Pemateri hanya fokus pada peran pemuda dalam menghadapi bonus demografi saja. Saya cukup kecewa karena pertanyaan saya tidak terjawab. Diskusi tentang peran orang tua atau lansia memang sangat jarang atau bahkan tidak pernah saya lihat dan ini tentu akan menjadi masalah saat masa bonus demografi berakhir.

No comments: