Mulai bulan depan PT
Pertamina (Persero) berencana untuk meluncurkan bensin varian baru bernama
Pertalite. Bensin yang digadang sebagai pengganti Premium RON 88 ini memiliki
RON 90-91. Rencananya, Pertalite akan dijual pada kisaran Rp 8.000-Rp
8.300/liter. Untuk awalnya, bensin ini akan dijual di SPBU kota-kota besar.
Berikut rangkuman
seputar rencana peluncuran bensin Pertalite, dan tanggapan Tim Reformasi Tata
Kelola Migas yang dikumpulkan
Harga Pertalite Rp
8.000-Rp 8.300/Liter
Mulai Mei 2015. PT
Pertamina (Persero) akan memperkenalkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis baru
yaitu Pertalite RON 90. BBM ini lebih baik ketimbang Premium RON 88 tetapi
masih dibawah Pertamax RON 92.
M Iskandar. Vice
President Fuel Marketing Pertamina. Mengatakan pihaknya akan belum menetapakan
harga Pertalite secara pasti. Namun kisarannya sudah mulai terlihat.
“Harga ini terpenting.
Kita akan mengambil medium range antara Premium dan Pertamax. Sekitar Rp
8.000-8.300/liter.” Ungkapnya.
Saat ini harga Premium
di daerah luar Jawa-Madura-Bali adalah Rp 7.300/liter. Sementara di Jawa-Madura-Bali
adalah Rp 7.400/liter. Sedangkan pertamax dibanderol Rp 8.600/liter.
Menurut Iskandar.
Sebenarnya Pertamina sudah berniat meluncurkan bensin RON 90 ini pada 2007.
Namun terus tertunda sampai sekarang.
Pertalite RON 90. Lanjut
Iskadar, lebih ramah bagi mesin kendaraan dibandingkan Premium “ Jadi kita juga
memenuhi persyaratan dari produsen otomotif.” Ujarnya.
Pertamina, tambah
Iskandar. Juga diuntungkan ketika Pertalite menggantikan Premium. Pasalnya,
sebagian besar kebutuhan bensin Premium saat ini masih diimpor. Dengan
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Impor ini
tentu bverat bagi Pertamina.
“RON 88 untuk memenuhi
kebutuhan domestik itu 70% impor. Kilang kita desainnya kilang lama, yang
produknya kelas bawah. Sehingga kalau ditarik ke atas, pasti nggak efisien.”
tuturnya
Tak ingin hapus premium
PT Pertamina
(Persero) menegaskan pada Mei 2015 tidak akan menghapus Bahan Bakar Minyak
(BBM) jenis RON 88 atau Premium. Hanya akan menambah alternatif BBM dengan
jenis RON 90 atau yang diberi nama Pertalite.
"Tidak menghapus Premium, tapi menambah varian produk. Kenapa kami
launching saat ini, kita balancing dengan Tim Reformasi Tata Kelola
Migas," kata Vice President Fuel Marketing Pertamina, M Iskandar.
Iskandar mengatakan, beberapa alasan Pertamina melakukan kebijakan ini
adalah ingin memenuhi persyaratan mesin yang diusulkan boleh pihak produsen
otomotif. Selain itu juga untuk memenuhi rekomendasi dari Tim Reformasi Tata
Kelola Migas.
"Ini kita memenuhi persyaratan dari produsen otomotif. Jadi Pertamina
goal-nya bukan untuk menghapus Premium. Satu sisi kita punya rekomendasi yang
harus kita lakukan, untuk memenuhi rekemendasi dari Tim Reformasi,"
tuturnya.
Iskandar mengatakan, pihak Pertamina tidak akan menambah dispenser khusus di
SPBU untuk mengakomodasi jenis BBM baru ini. Pertalite akan ditempatkan di
dispenser yang telah ada, menyatu dengan Premium atau Pertamax.
"Kita memanfaatkan dispenser yang ada saja. Premium atau Pertamax
dikurangi, itu nanti dikasih Pertalite. Yang jelas nanti akan ekonomis, ramah
lingkungan," tuturnya.
Sebagai langkah awal, lanjut Iskandar, Pertalite akan dipasarkan di Jakarta
Pusat. "Mei ini kalau memang kita punya target untuk launching itu Jakarta
Pusat dulu," ujarnya.
Iskandar mengatakan, bila Pertalite bisa diterima masyarakat maka secara
bertahap impor BBM RON 88 atau Premium akan dikurangi.
"Kita kurangi impor RON 88 yang penting, kalau pasar merespons bagus.
Dengan harga yang bagus ini kita harap responsnya bagus," tuturnya.
Premium RON 88 harus
musnah
Tim Reformasi Tata
Kelola Migas pimpinan Faisal Basri ingin, bensin Premium RON 88 paling lambat 2
tahun sudah 'punah'.
"Sebenarnya yang kami usulkan untuk dihapus itu bukan Premium, karena
Premium adalah merek. Namun yang kami usulkan dihapus adalah bensin RON
88," kata Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Agung Wicaksono.
Menurut Agung, setidaknya ada 2 alasan mengapa bensin RON 88 harus hilang.
Pertama adalah neraca perdagangan Indonesia harus diperbaiki. Impor BBM yang
tinggi, terutama bensin RON 88, harus mulai dikurangi.
"Indonesia defisit minyak sejak 2003, dan 10 tahun kemudian defisit
perdagangan BBM dan minyak mentah itu terjadi. Pertumbuhan konsumsi tak bisa
dikejar pertumbuhan produksi. Jadi penghapusan RON 88 sangat penting,"
jelasnya.
Alasan kedua, lanjut Agung, adalah impor bensin RON 88 yang sarat 'permainan'.
"Pemburu rente memiliki kedekatan pada pengambil keputusan, itu jadi
terdistorsi," tegasnya.
Tim Reformasi sendiri mengusulkan waktu 2 tahun agar Pertamina menghapus RON
88. Waktu 2 tahun ini diputuskan setelah mempertimbangkan beberapa hal.
Pertama adalah menghabiskan impor RON 88 yang telah dilakukan oleh anak usaha
Pertamina, Pertamina Energy Services Pte Ltd alias Petral. "Akhir tahun
kemarin, Petral melakukan cuci gudang untuk impor 6 bulan ke depan,"
ujarnya.
Kedua, demikian Agung, adalah mempersiapkan kilang Pertamina agar bisa
memproduksi BBM sekelas minimal RON 92 lebih banyak.
"Jadi ada pengalihan kilang dari RON 88 menjadi RON 92. Itu mengapa perlu
2 tahun," ucapnya.
Kritikan Pertalite
Tim Reformasi Tata
Kelola Migas merekomendasikan PT Pertamina (Persero) untuk menghapuskan Bahan
Bakar Minyak (BBM) RON 88 atau Premium. Rencana Pertamina untuk mengeluarkan
Pertalite RON 90 belum sesuai dengan rekomendasi tim yang dipimpin Faisal Basri
tersebut.
"Tim Reformasi rekomendasinya bukan pengalihan Premium menjadi Pertalite.
Tetapi hapuskan RON 88 dan pengalihan ke RON 92. Pertalite yang RON 90 tentu
kalau pakai kriteria Tim belum sesuai, karena arahnya ke RON 92," papar
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Agung Wicaksono.
Pasalnya, lanjut Agung, Pertalite merupakan hasil campuran (blending) antara
BBM RON 88 dengan RON 92. Proses ini tentu butuh waktu, tenaga, dan biaya
tersendiri. Bisa jadi hasilnya lebih mahal dibandingkan menghapuskan RON 88 dan
langsung beralih ke RON 92.
"Masih ada pertanyaan bahwa apakah iya dengan mengimpor RON 88 dan 92 dan
kemudian di-blending ini yang paling optimal? Apakah bedanya signifikan sekali
dengan misalkan kalau sepenuhnya RON 92? Kalau bedanya tidak signifikan, apa
iya berpeluh-peluh mem-blending sekian banyak itu menjadi masuk akal?"
tegas Agung.
Oleh karena itu, Agung menegaskan, Tim Reformasi Tata Kelola Migas tetap pada
pendiriannya, bensin Premium mesti 'punah' dan Indonesia menggunakan BBM
minimal sekelas Pertamax.
"Kalau Jakarta dan jalan tol sepenuhnya bisa RON 92, ya kita dorong pakai
RON 92. Bertahapnya bukan RON, tapi per wilayah. Tapi itu urusan Pertamina,
tapi kita inginnya ujungnya RON 92," papar Agung.
Namun, Agung menilai tidak masalah bila Pertalite RON 90 merupakan tahapan
untuk menuju penggunaan BBM RON 92 alias Pertamax sepenuhnya.
"Ini yang tentunya Pertamina silakan punya langkah demikian. Tapi jangan
sampai menimbulkan kekisruhan di masyarakat," tuturnya.
(Sumber : Detiknews)
No comments:
Post a Comment