Sunday 17 July 2016

Tax Amnesti, Terlalu Cepat atau Sudah Tepat


Minggu 17 Juli pukul 14:00 Waktu Jerman. Gelaran balap MotoGP kembali bergulir. Beberapa Rider kelas dunia melakukan warm up  lap. Rossi yang terjatuh di seri sebelumnya kembali datang dengan semangat barunya. Balapan dimulai dengan track yang basah, beberapa pembalap nampak hati-hati. Beberapa rider jatuh, Marques yang merupakan mantan juara dunia juga hampir jatuh hingga ia keluar dari lintasan. Tak terasa sirkuit yang basah tadinya berangsur-angsur kering. Marques yang sudah terlampau jauh di belakang memasuki pit untuk mengganti motornya. Siapa sangka keputusan marques untuk mengganti motor lebih awal membuatnya juara di Sanshenring.


Beberapa hari lalu, Dewan Perwakilan Rakyat telah menetapkan tax amnesti atau pengampunan pajak. Namun, apakah kebijakan pengampunan pajak ini sudah tepat waktu dilakukan seperti keputusan Marques untuk mengganti motornya. Pemerintah yang sebelumnya menggeber untuk menetapkan tax amnesti dengan alasan kebutuhan anggaran kini bergeser ke dana repatriasi. Dana repatriasi merupakan kembalinya dana yang sebelumnya berada di luar negeri ke Indonesia. Pemerintah berharap dana yang kembali ini dapat menggerakkan perekonomian Indonesia yang sedang dilanda kelesuan. 

Pengampunan pajak sendiri memiliki banyak biaya yang kerap kali dipandang sebelah mata. Biaya administrasi, biaya hilangnya pajak tambahan akibat adanya amnesty, dan biaya menurunnya kepatuhan pajak akibat rusaknya kredebilitas pemerintah akibat kebijakan ini (Brogne&Baer, 2008, Luitel&Tosun, 2014). Menurut kalkulasi Polii, biaya hilangnya tambahan pajak akibat adanya pengampunan pajak mencapai 898 Triliiun. 

Sejumlah penelitian menyatakan jika ingin kebijakan pengampunan pajak maksimal maka aturan perpajakan harus diperkuat, hukuman diperberat, dan monitoring dari pemerintah harus kredibel. Seharusnya pemerintah mengadakan dulu reformasi perpajakan sebelum menetapkan tax amnesty. Terlebih lagi tahun depan Indonesia sudah masuk AEOI (Automatic Excange of Information) yang memungkinkan pemerintah mengakses informasi perbankan dari negara lain bahkan negara tax haven. Bocornya Panama Papers yang menciptakan shock masih harus dimaksimalkan pemerintah. Hal ini dikarenakan para pengemplang pajak akan takut dikenai sanksi oleh pemerintah akibat bocornya dokumen perpajakan mereka. Akan tetapi, dengan adanya tax amnesty para penyembunyi potensi pajak ini akan mendapat pengampunan dari pemerintah.

Urgensi mengenai repatriasi juga perlu diperhatikan. uang masuk dalam jangka pendek kedalam suatu negara bisa menimbulkan dampak positif dan bisa juga memberikan dampak negatif tergantung dari kondisi negara itu. Saat ini Indonesia sedang mengalami tren peningkatan likuiditas yang artinya kelebihan likuiditas bisa menyebabkan kebijakan moneter tidak efektif karena bisa menyebabkan inflasi. Selain itu kelebihan likuiditas menyebabkan Bank Sentral akan berusaha menyerap dana tersebut dengan instrumen mereka yang pada akhirnya harus menjadi beban karena diharuskan membayar bunga tersebut. 

Penetapan tax amnesty yang sudah pemerintah lakukan apakah sudah tepat waktu seperti Marques yang mengganti motornya ketika track sudah mulai kering ataukah terlalu cepat sehingga membuat kebijakan pengampunan pajak ini menjadi tidak efektif?. Semoga biaya yang dikeluarkan pemerintah dari kebijakan pengampunan pajak ini lebih kecil dibanding manfaat yang akan diterima. Semoga CBA (Cost Benefit Analysis) lebih besar dari nol.

No comments: